Selasa, 03 Februari 2015

Selamat Wisuda, Kawan!

Akhir bulan kemarin, tanggal 29 Januari 2015, saya datang ke acara wisuda adik tingkat kuliah, di sebuah universitas yang berada di kota Semarang. Sebut saja namanya Afrey dan Hancim. Maaf, nama-nama saya samarkan untuk menjaga nama baik mereka dari calon mertua masing-masing.

Dari kiri: Hancim dan Afrey


Saya memang sengaja datang ke acara wisuda mereka, karena saya telah menganggap mereka sebagai sahabat saya sendiri. Beberapa teman kami lainnya; Juki (Bondowoso), Syauqi (Purwokerto) dan Umar (Pasuruan), juga turut datang di acara yang ber-prasejarah itu. Moment ini saya anggap sebagai reuni kecil-kecilan, karena sangat jarang bisa bertemu dengan makhluk kolosal seperti mereka.

Sebetulnya, Afrey dan Hancim bukan adik tingkat kuliah saya. Mereka masuk kuliah bebarengan dengan saya pada tahun 2009. Namun, berhubung saya wisuda duluan, akhirnya mereka saya bai’at menjadi –adik kelas- saya.

Terlepas dari pro-kontra bahwa mereka adalah adik kelas saya atau bukan, saya akan sedikit nostalgia. Afrey dan Hancim adalah sahabat saya. Oleh takdir, kami dipaksa bertemu di kampus dan jurusan yang sama saat kuliah.

Walaupun kami beda kelas saat kuliah, kami gak pernah yang namanya kuliah bareng. Iyalah. Oke, bukan itu maksud saya, walaupun kami beda kelas, tapi kami tinggal di dormitory yang sama, jadinya kami sering kumpul dan ngobrol. Karena mempunyai visi dan misi yang sama, kami pun terpaksa bersahabatan. Walau akhirnya kami harus kakak-adekan seperti sekarang. Ya, saya kakak kelasnya, mereka turun pangkat menjadi adik kelas saya. Mereka sedikit terlambat wisuda dari saya. #uhuk... Yeaaayy!! *aku merasa senior*

Keterlambatan wisuda mereka sebetulnya bukan tanpa alasan. Kalau boleh saya analisis, mereka terlambat karena beberapa faktor. Pertama, skripsi mereka yang sangat berkualitas, hingga membutuhkan waktu yang tidak singkat untuk menyempurnakan. Tau sendiri, kan, kesempurnaan itu obsesi yang nyaris mustahil untuk dikejar. Kesempurnaan itu milik Tuhan.

Kedua, karena dosen yang  -alibi mereka- susah ditemui. Alasan itu sebetulnya klasik. Memang, terkadang dosen terkesan sering menghindar dari para mahasiswa yang dibimbingannya, dengan alasan sibuk. Padahal saya sering menyarankan sama mereka; dosen yang menyebalkan seperti itu sebaiknya dikirim santet. Namun, karena biaya konsultasi dengan Eyang Subur sangat mahal, akhirnya mereka menolak saran saya.

Ketiga, karena jomblo. Ya, jomblo itu seringkali membuat para penderitanya tidak sempat mengerjakan skripsi. Waktu mereka habis untuk memikirkan bagaimana cara mendapatkan pacar. Maka dari itu, dulu saya menyarankan mereka untuk segera mencari pacar. Itu semua agar mereka bergairah untuk mengerjakan skripsi. Setelah mereka mencari pacar selama 2 tahun, akhirnya mereka semakin terlambat wisuda. Ini takdir Tuhan, jangan salahkan saya.

Keempat, faktor males. Ya, sudah menjadi rahasia umum, bahwa males merupakan alasan paling tepat dari semua alasan.

***

Setelah berjam-jam saya menunggu, akhirnya mereka keluar dari gedung wisuda. Dari kejauhan, Afrey dan Hancim terlihat sangat bahagia. Kalau saya ibaratkan, mereka layaknya pasangan yang baru saja melaksanakan prosesi akad nikah. Saya pun bisa merasakan euphoria mereka. Betapa senyum tipis yang diiringi butir keringat di dahinya itu menandakan kepuasan dan akhir dari perjuangan di kampus ijo.

Keduanya pun disambut oleh adik-adik kelasnya, mahasiswa astronomi, yang sudah menanti lama di luar gedung. Suasana pun riuh dengan sorakan yang entah itu pujian atau hinaan -karena mereka lulus dengan IPK 69. cum-laude. Beberapa terlihat meminta foto bareng. Pun saya juga tak mau ketinggalan untuk berfoto dengan Afrey, seorang artis terkenal dalam film ‘Assalamualaikum, Zimbabwe..’ itu. Namun sayangnya, tak seorang pun dari mereka yang ditemani pendamping wisuda.

Oh iya, sebetulnya di acara wisuda sangat banyak, lho, peluang usaha. Memanfaatkan moment. Seperti jualan bunga, es teh, gorengan, balon, jasa foto wisuda, sampai jasa menyewakan odong-odong untuk menabrak mantan yang wisuda (oke, yang ini bercanda).  Tapi, ada peluang usaha yang sampai sekarang belum saya temukan di acara wisuda; yaitu jasa penyewaan pendamping wisuda. Padahal, mengingat target pasarnya adalah jomblo, pasti akan laku keras.

Saya juga bingung, sebetulnya Afrey memang tak punya pacar, atau punya pacar tapi disembunyikan supaya tidak menimbulkan sifat takabbur dan riya? Entahlah. Saya lebih percaya Afrey mempunyai sifat riya’. Lha wong bibir saja dia berlebih-lebihan. Sombong. Dimonyong-monyongin. Ujub. Padahal berlebihan itu teman setan. (damai, yo, Jal.. heuheu)

***
      Terlepas dari itu semua, saya hanya ingin mengucapkan selamat atas wisuda kalian. Selamat menempuh hidup baru. Sebagai senior, saya selalu mendoakan agar nasib kalian tidak  sama seperti saya. Wisuda bukanlah akhir dari perjuangan, Kawan.. Kalau boleh saya ibaratkan, wisuda adalah hari di mana kalian dilahirkan kembali, setelah 5 tahun lebih dikandung dalam rahim kampus. Status baru sebagai sarjana merupakan tantangan baru bagi kalian. Apalagi kalian merupakan sarjana de facto, bukan de jure. Faktanya, kalian sarjana, tapi de jure, kalian jomblo. #gagalfokus

Dari kiri: Afrey dan Kakak Seniornya

 
Dari kiri: Syauqi (Jomblo Zaman Dinasti Ching), Ivan (Widusawan Prematur), Afrey (Junior saya), Han Cim (Junior Juga), Afgan (versi camera 360), Umar (Korban PHP), tiga yang di bawah (teman-teman yang lain).


Sekian, dan segeralah menikah...