“Memang, pepatah mengatakan Never
Give Up! jangan pernah menyerah! Tetapi, terkadang kata ‘menyerah’
merupakan pilihan terbaik, karena kita sadar, bahwa kita sedang membuang-buang
waktu.”
***
Beberapa waktu lalu, saya dicurhati
seorang teman lama. Dia menceritakan tentang PDKT-nya yang selalu gagal, tak
pernah berhasil. Bahkan, selalu ditolak sebelum menembak. Pokoknya, dicuekin
abis lah…
“Fa, aku PDKT sama perawat puskesmas,
gak ditanggepin. Sama pramugari ‘Lion Armpit’, juga dicuekin. Aku harus
gimana?”
Yap, lagi-lagi ada temen yang curhat
tentang permasalahan cintanya. Kemarin juga pernah, temen dari Surabaya yang
ingin PDKT sama seorang cewek, dia juga bertanya dan meminta saran. Dia gak
sadar, bahwa dia sedang bercurhat dan meminta solusi dengan orang yang salah.
Sebagai pakar ditolak, saya pasti memberi beberapa tips yang sangat tidak
bermanfaat bagi dia.
“Gini, Broh. Udah berapa lama PDKT-nya?” tanya saya.
“Hampir satu tahun. Bahkan, lebih..” jelasnya.
“Wow.. Lama juga, ya?” saya terkagum. Terkagum betapa
bodohnya dia. Bahkan, bagi beberapa orang, waktu setahun sangat cukup untuk
berganti pacar 2-3 kali. “Terus, gimana tanggepannya, Bro?” saya
bertanya lagi.
“Ya tetep, masih cuek,” jawabnya dengan muka agak kusut.
“Mungkin dia gak tertarik sama kamu,
Bro. Cari yang lain aja. Simpel, kan?” sesaat, setelah dia memberi waktu saya untuk menyulut sebatang rokok,
dia kembali melanjutkan.
“Masalahnya itu, bro, terlalu sulit
untuk mencari lagi…” katanya
dengan sedikit memelas.“Carikan pacar dong, Fa…”
Saya kurang percaya jika dia kesulitan
mencari pacar, sedangkan dia gak jelek-jelek amat. Walaupun taraf
kegantengannya jauh di bawah saya (jika dilihat dari mata nenek-nenek katarak).
Dia gak terlalu jelek untuk seorang cowok berumur 20 tahun. Apalagi, dia anak
band yang digandrungi cewek-cewek, cabe-cabean, kimcil, kuntilanak, wewe gombel
dan sejenisnya.
Dalam permasalahan ini, mungkin teman
saya harus memakai konsep “kafa’ah”, sesuai saran Nabi Muhammad
SAW. Apa itu “kafa’ah”? Kafaah menurut bahasa
adalah kesetaraan/keseimbangan. Intinya, ya, antara cowok dan cewek itu setara
(cari aja di google). Jika kriteriamu ketinggian, coba diturunkan, jika
terlalu rendah, tinggikan. Sampai menuju kata setara, pas, cocok, dan akhirnya
membuatmu nyaman.
Saya juga menceritakan pengalaman saya
dahulu kepada dia, teman saya. Pernah, saya suka dengan seorang cewek (iya lah,
saya gak homo kok..), dia anak pengusaha kaya, kuliah kedokteran di salah satu perguruan tinggi di Jogja. Sebut
saja namanya Mawar (kok kayak insert investigasi ya?). Waktu itu saya minder. Saya hanya anak seorang
pedagang di pasar, yang kebetulan dapet beasiswa kuliah. Seandainya
gak dapet beasiswa, mungkin saya gak kuliah waktu itu.
Pendeknya, saya nekat jadian denganya.
Mungkin waktu itu, saya terobsesi dengan lagu jadul yang selalu diputar sahabat
saya, Idris, bahwa cinta tak mengenal kasta (saya lupa judulnya apa, pokoknya
liriknya ada kalimat itu, deh..) Lalu, entah mata si Mawar kecolok sendok di
warung mana, dia menerima cinta saya.
“aku pengen kamu yang terakhir, Fa. Udah bosan disakitin,” katanya sambil menatapku dalam-dalam.
Entahlah, setiap orang akan mengatakan hal bullshit itu kepada pacar barunya, tanpa disadari, telah banyak orang yang selalu dianggap terakhir; kini menjadi masa lalunya. Atau mungkin ada istilah ‘terakhir dari yang terakhir, terakhir sebelum terakhir, atau terakhir yang paling akhir’? Entahlah..
“aku pengen kamu yang terakhir, Fa. Udah bosan disakitin,” katanya sambil menatapku dalam-dalam.
Entahlah, setiap orang akan mengatakan hal bullshit itu kepada pacar barunya, tanpa disadari, telah banyak orang yang selalu dianggap terakhir; kini menjadi masa lalunya. Atau mungkin ada istilah ‘terakhir dari yang terakhir, terakhir sebelum terakhir, atau terakhir yang paling akhir’? Entahlah..
“Mawar, kita jalanin aja dulu, urusan
terakhir atau enggak, nanti aja. Yang penting kamu nyaman dulu,” jawabku menyadarkan kekacauan
hatinya. Mungkin beberapa orang menganggap saya bodoh, tolol, karna tidak
memberi ketegasan kepada cewek secantik dan se-perfect dr. Mawar.
Tapi, alasanku berkata demikian adalah untuk ‘mengantisipasi terjadinya konflik
yang akan timbul karena perbenturan status’ (bukan konspirasi kemakmuran, loh,
ya!). Lagian, saya nembak dia, saat dia dalam kondisi sangat ‘lemah’, karna
habis putus sama cowoknya.
Tau sendiri, kan? Cewek saat sedang
galau-galaunya, pikiran dan hatinya pasti kacau. Dengan dalih mengobati perih,
berpura-pura menyodorkan bahu untuk bersandar, saya dengan mudah masuk ke
hatinya. Nancep. Dia gak mau ditinggalin waktu itu. Nah, antisipasi saya apa?
‘KETIKA DIA SADAR, SAYA HARUS SIAP DIPUTUSIN!’.
Singkat cerita aja, setelah dr. Mawar sadar sedang berpacaran dengan batu nisan, dia memutuskan untuk menyudahi
hubungan kami. Sekarang dr. Mawar ambil S2 di luar negeri (ini serius) dan
saya, ambil es lilin di kulkas tetangga.
Makanya, konsep kafa’ah itu penting
untuk menyadarkan kita. Saya, sebagai batu kali, gak sepantasnya bersanding
dengan batu permata Zhaphire seperti dr. Mawar. Saya yang kuliah cari gratisan,
gak sepantasnya dengan yang kuliah di jurusan kedokteran.
Cinta dan wanita bukan ‘cita-cita’ yang
harus kita gapai walau setinggi langit. Cinta juga bukan ilmu yang harus kita
tuntut sampai ke negeri China. Melihat cinta, tak harus mendongak jauh ke atas.
Lihatlah di samping kita, di sekeliling kita, banyak yang lebih nyaman untuk
kita rangkul, dan untuk kita berikan bahu sebagai sebuah sandaran. Jika
kriteriamu terlalu tinggi, turunkan. Jika kriteriamu terlalu rendah,
sejajarkan.
Ikhlaskan kriteria tinggimu untuk orang sepadan yang dapat membahagiakannya. Jangan kaubuang waktumu untuk mengejar kriteria yang tak pernah meng-kriteria-kan kamu sebagai pendampingnya. Cintailah orang yang memungkinkan dia mencintaimu, Tuan Muda!
Ikhlaskan kriteria tinggimu untuk orang sepadan yang dapat membahagiakannya. Jangan kaubuang waktumu untuk mengejar kriteria yang tak pernah meng-kriteria-kan kamu sebagai pendampingnya. Cintailah orang yang memungkinkan dia mencintaimu, Tuan Muda!
Jika dirimu berada di posisi yang tak
sepadan, jangan paksakan. Sendal ukuran anak kecil, tak mungkin berjalan
seirama dengan sandal ukuran dewasa, kan? Bukan merendahkan, tetapi
anak Abu Rizal Bakrie memang gak pantes dengan anak satpam Matahari, kan? It’s
okay, jika kalian saling mencintai, tak ada yang salah. Sepadan pun,
kalau dia udah gak kasih sinyal, percuma juga, tinggalkan! Cari yang lain, Tuan
Muda! Apa mau, seumur hidup, masa depan panjangmu kauhabiskan demi mengejar
orang yang tak pernah sedikit pun membalas SMS-mu itu? Think again...
Namun, jika kau sanggup, kejarlah,
Kawan! Karna cinta tak akan terbendung oleh logika, termasuk saran saya… :D
Sekian dan terimaciyuman…