Jumat, 15 Agustus 2014

Surat Terbuka untuk Kakanda Shilahuddistira



Selamat malam, Kanda. Salam rindu dari adikmu ini yang selalu lebih pandai darimu dalam urusan cinta. Maaf, aku baru sempat mengirim surat kepadamu semenjak aku pulang dari Semarang, tepat seminggu yang lalu. Keterlambatan suratku ini juga disebabkan karena merpati-merpati kerajaan kita yang mati berjatuhan di perjalanan. Menurut laporan yang aku terima, mereka jatuh karena mengalihkan pandangannya kepada wanita-wanita ber-jilboobs di Negara tempatmu ber-wisuda.

Setiap kali merpatiku hampir sampai di kontrakan lusuhmu, mereka terbelalak dengan wanita-wanita yang dadanya terlihat menyembul. Padahal, untuk menghatarkan surat ini ke Semarang, aku tugaskan 10 merpati paling kuat di Hastinapura, kerajaan kita. Aku juga telah mengijinkan mereka kalau-kalau ingin mampir istirahat di Sunan Kuning, untuk sekedar karaoke dan minum sebotol Vodka. Tapi entah mengapa, mereka lebih terbelalak dengan jilboobs, daripada pelacur yang sering ngangkang di pinggiran jalan sekitar Poncol dan Tawang itu.

Ah, sudahlah, Kanda, yang penting sekarang surat ini telah sampai kepadamu. Walaupun kondisi kertasnya compang-camping, tapi tintanya tidak luntur, kan? Tidak mungkin dong, Kanda.. Kerajaan kita punya percetakan surat yang canggih, tak mungkin luntur seperti tinta fotokopian Prabu Burhan, sahabatmu di Semarang itu yang juga dulunya mahapatih di kerajaan Kaliampo.

Maaf juga, Kanda, kemarin aku tak bisa berlama-lama menemanimu ber-euphoria di sana, karna ada beberapa kegiatan yang harus kulakukan di Singgasana kerajaan kita. Aku juga sedang sibuk blusukan, tapi ternyata aku lupa, bahwa tak ada orang miskin di Astinapura. Semuanya makmur. Astina juga baru saja melakukan pemilihan “Miss Hastinapura dan Kontes Muslimah Astina”. Aku berharap, saat nanti kanda pulang ke Astinapura, Kanda bisa memilih salah satu dari mereka untuk dijadikan selir. Kanda tak perlu membawakan aku kakak ipar dari Semarang. Mereka semua tak lebih cantik dari budak-budak wanita di Astinapura. Tak perlu kanda mengejar cinta mereka. Apalagi sampai sedih berlarut karna mereka menolak cinta suci Kanda. Mereka hanya tidak tau betapa berwibawanya Kanda di Astina.

Oh iya Kanda, saat merokok dan ngopi berdua kemarin, di dekat menara BSB Semarang yang tak lebih bagus dari tempat leyeh-leyeh budak kita, aku tak sengaja melihat gelembung perutmu yang mulai berlapis tiga. Sepertinya, kau sangat makmur dan menikmati hidup sederhana di kontrakan tua depan LP Kedungpane, Jl. Semarang-Boja itu. Sebenarnya, bukan fisikmu yang kusesalkan, tapi bahasa Inggrismu yang mulai berantakan. Aku ingat betul saat maksudmu mengataiku “bodoh bukan main!”, kau malah bilang ‘Stupid doesn’t play!’. Kanda, kamu ini kenapa? Saat Astinapura sudah lancar berbahasa Korea, Jepang, China, Italia, German dan Perancis, bahasa inggrismu malah keteteran. Tapi, tak apalah Kanda, Inggris itu bekas jajahan Astinapura, tak perlu kita pelajari bahasanya yang rendahan itu. Kita harus pede dengan Bahasa Resmi Astinapura.

Kanda, aku sebenarnya mau curhat, semenjak Kanda Prabu telah dibaptis oleh Santo agung sebagai wisudawan terbaik, kerajaan kita menjadi morat-marit. Entah apa penyebabnya. Mungkin Kanda harus segera ber-syahadat lagi. Banyak wanita ber-jilboobs yang meniru-niru cara berpakaian kaum rendahan di Indonesia. Mereka sudah mulai meninggalkan budaya Astinapura yang identik dengan keanggunan kemben bermanik mutiara, sedikit menyembulkan atas dada dan kebaya berbatik emas yang kita produksi dari Majapahit. Rambut hitam panjang terurai indah dengan mahkota emas 300 karat, sudah mulai jarang aku lihat lagi. Omset di Majapahit pun menurun drastis, semenjak para wanita kita sering berbelanja online di Indonesia. Ini akibat kebijakan Kanda ratusan tahun lalu, yang membuat tower-tower internet berkecepatan 1GBps di Astina. Sekarang juga banyak Prajurit kita yang berbelanja senjata online. Padahal, perlengkapan perang Negara lain tak lebih canggih dari punya kita. Pokoknya, setelah Kanda pulang, kita harus menata kembali Astinapura yang mulai mengalami degradasi moral.

***

Oh iya, Kanda. Sebagai mantan senopati agung dalam perang melawan bengisnya rumus ‘Jean Meus’ yang berhasil engkau menangkan itu, hendaknya Kanda jangan merasa puas dengan apa yang Kanda peroleh sekarang. Jadikanlah upacara pembaptisan di Semarang kemarin itu sebagai tahap pertama dalam meraih kembali kejayaan kita. Kejayaan di mana sastra lebih dihormati ketimbang astronomi, kejayaan di mana cinta itu -katamu- tak mengenal untung dan rugi, kejayaan di mana Rahwana sebenarnya mempunyai cinta yang sangat tulus kepada Dewi Sinta.

Kanda, kau pasti pernah mendengar tentang kebengisan Rahwana, si raksasa dari Alengka itu, yang dalam mitologi Hindu dikatakan sebagai makhluk yang dikutuk menjadi –terlihat- jahat karena orang tuanya bercinta di waktu yang tidak tepat. Tapi, sebengis-bengisnya dia saat merampas Alengka, rakyat paling miskin pun diberinya kendaraan dari emas. Tidak ada yang kelaparan seperti di Negara yang sedang kau tempati itu, yang rakyatnya mudah dihasut, diadu-domba dan dibodohi oleh media-media penjajah yang sedang melakukan konspirasi besar. Juga dibodohi media online yang berkedok Agama, namun menebarkan benih-benih kebencian, seperti voa Islam.

Kanda, kita harus belajar banyak tentang cinta dari Rahwana. Menurutku, Rahwana adalah symbol cinta yang paling suci. Dia bengis untuk memperjuangkan cintanya kepada Dewi Sinta. Walaupun kita tahu, Rahwana berjuang untuk mendapatkan cinta dari seseorang yang bahkan tak pernah mau menatap matanya, tak pernah mau digenggam jemarinya. Tapi tetap saja, dia tak mau dibilang ‘berjuang’. Cinta yang membuatnya tak pernah merasa berjuang. Awalnya, aku pikir, itu adalah kebodohan Rahwana. Tapi, ternyata aku harus belajar banyak darinya, dari hati yang tak pernah beralih meskipun cinta tak mampu diraih. Kau harus tau Kanda, bahwa banyak orang bilang Rahwana tak mampu dibunuh, meski tubuhnya dihancurkan sekalipun. Tersebab ilmu rawarontek lah, pancasona lah, atau apa pun itu, hal itu salah kaprah, Kanda. Yang tak mampu dibunuh itu cintanya, bukan nyawanya. Raganya bisa mati, tapi cintanya tetap hidup abadi untuk Dewi Sinta.

***
Wahai Kanda Prabu, aku mendengar selentingan gossip dari ibu-ibu PKK di kerajaan Astina, bahwa Kakanda Prabu mau berhijrah ke kasultanan Yogyakarta. Apakah benar, Kanda? Kalaupun benar, itu membuat sakit hati para janda cantik yang sedang menunggumu pulang ke Astina. Mereka rela menjanda selama 12 semester, berharap nantinya dinikahi oleh Kanda. Siapa yang tidak terpesona dengan kesaktian jurus kamasutra yang kanda punyai. Kedahsyatan ajian ‘berontak ing dalem sempak’ yang sangat kau kuasai, membuat hati para janda itu bergetar saat mendengar nama kanda disebut.

Kalaupun Kanda tidak bisa pulang ke Astina, dan memutuskan menetap di Krapyak, Ngayogyakarta, sebenarnya tidak apa-apa. Aku percaya bahwa Kanda memang sangat dibutuhkan di Krapyak. Ramalan jayabaya mengatakan; bahwa kanda akan menemukan cinta di sana. Segera temukan dia, Kanda. Menikahlah. Perbanyak klan kita, yaitu Kurawa. Kau tau sendiri, Kanda, bahwa pandhawa lima yang sering kita olok-olok sebagai ‘boyband’ di Astina, telah membunuh ratusan Kurawa. Hanya beberapa orang yang tersisa. Kredibilitas dan kapabilitas kanda akan dipertanyakan jika tak mampu memperbanyak klan kita. Sekian surat dariku, Kanda.. Semoga Kanda selalu diberikan kesehatan oleh Sang Hyang, Allah yang maha agung.

Dari adikmu yang jauh lebih ganteng darimu, yang selalu merebut kekasihmu…



Astinapura, 15 August 2014,
Pukul 27.05 WAB (Waktu Astinapura Barat)