Selamat malam, Kanda. Salam rindu dari adikmu ini yang
selalu lebih pandai darimu dalam urusan cinta. Maaf, aku baru sempat mengirim
surat kepadamu semenjak aku pulang dari Semarang, tepat seminggu yang lalu.
Keterlambatan suratku ini juga disebabkan karena merpati-merpati kerajaan kita yang
mati berjatuhan di perjalanan. Menurut laporan yang aku terima, mereka jatuh
karena mengalihkan pandangannya kepada wanita-wanita ber-jilboobs di Negara
tempatmu ber-wisuda.
Setiap kali merpatiku hampir sampai di kontrakan
lusuhmu, mereka terbelalak dengan wanita-wanita yang dadanya terlihat
menyembul. Padahal, untuk menghatarkan surat ini ke Semarang, aku tugaskan 10
merpati paling kuat di Hastinapura, kerajaan kita. Aku juga telah mengijinkan
mereka kalau-kalau ingin mampir istirahat di Sunan Kuning, untuk sekedar
karaoke dan minum sebotol Vodka. Tapi entah mengapa, mereka lebih terbelalak
dengan jilboobs, daripada pelacur yang sering ngangkang di pinggiran jalan
sekitar Poncol dan Tawang itu.
Ah, sudahlah, Kanda, yang penting sekarang surat ini
telah sampai kepadamu. Walaupun kondisi kertasnya compang-camping, tapi
tintanya tidak luntur, kan? Tidak mungkin dong, Kanda.. Kerajaan kita punya
percetakan surat yang canggih, tak mungkin luntur seperti tinta fotokopian
Prabu Burhan, sahabatmu di Semarang itu yang juga dulunya mahapatih di kerajaan
Kaliampo.
Maaf juga, Kanda, kemarin aku tak bisa berlama-lama
menemanimu ber-euphoria di sana, karna ada beberapa kegiatan yang harus kulakukan
di Singgasana kerajaan kita. Aku juga sedang sibuk blusukan, tapi ternyata aku
lupa, bahwa tak ada orang miskin di Astinapura. Semuanya makmur. Astina juga baru
saja melakukan pemilihan “Miss Hastinapura dan Kontes Muslimah Astina”.
Aku berharap, saat nanti kanda pulang ke Astinapura, Kanda bisa memilih salah
satu dari mereka untuk dijadikan selir. Kanda tak perlu membawakan aku kakak
ipar dari Semarang. Mereka semua tak lebih cantik dari budak-budak wanita di
Astinapura. Tak perlu kanda mengejar cinta mereka. Apalagi sampai sedih
berlarut karna mereka menolak cinta suci Kanda. Mereka hanya tidak tau betapa berwibawanya
Kanda di Astina.
Oh iya Kanda, saat merokok dan ngopi berdua kemarin,
di dekat menara BSB Semarang yang tak lebih bagus dari tempat leyeh-leyeh budak
kita, aku tak sengaja melihat gelembung perutmu yang mulai berlapis tiga.
Sepertinya, kau sangat makmur dan menikmati hidup sederhana di kontrakan tua
depan LP Kedungpane, Jl. Semarang-Boja itu. Sebenarnya, bukan fisikmu yang
kusesalkan, tapi bahasa Inggrismu yang mulai berantakan. Aku ingat betul saat
maksudmu mengataiku “bodoh bukan main!”, kau malah bilang ‘Stupid doesn’t
play!’. Kanda, kamu ini kenapa? Saat Astinapura sudah lancar berbahasa Korea,
Jepang, China, Italia, German dan Perancis, bahasa inggrismu malah keteteran.
Tapi, tak apalah Kanda, Inggris itu bekas jajahan Astinapura, tak perlu kita
pelajari bahasanya yang rendahan itu. Kita harus pede dengan Bahasa Resmi
Astinapura.
Kanda, aku sebenarnya mau curhat, semenjak Kanda Prabu
telah dibaptis oleh Santo agung sebagai wisudawan terbaik, kerajaan kita
menjadi morat-marit. Entah apa penyebabnya. Mungkin Kanda harus segera
ber-syahadat lagi. Banyak wanita ber-jilboobs yang meniru-niru cara berpakaian
kaum rendahan di Indonesia. Mereka sudah mulai meninggalkan budaya Astinapura
yang identik dengan keanggunan kemben bermanik mutiara, sedikit menyembulkan
atas dada dan kebaya berbatik emas yang kita produksi dari Majapahit. Rambut
hitam panjang terurai indah dengan mahkota emas 300 karat, sudah mulai jarang
aku lihat lagi. Omset di Majapahit pun menurun drastis, semenjak para wanita
kita sering berbelanja online di Indonesia. Ini akibat kebijakan Kanda ratusan
tahun lalu, yang membuat tower-tower internet berkecepatan 1GBps di Astina.
Sekarang juga banyak Prajurit kita yang berbelanja senjata online. Padahal,
perlengkapan perang Negara lain tak lebih canggih dari punya kita. Pokoknya,
setelah Kanda pulang, kita harus menata kembali Astinapura yang mulai mengalami
degradasi moral.
***
Oh iya, Kanda. Sebagai mantan senopati agung dalam
perang melawan bengisnya rumus ‘Jean Meus’ yang berhasil engkau menangkan itu,
hendaknya Kanda jangan merasa puas dengan apa yang Kanda peroleh sekarang.
Jadikanlah upacara pembaptisan di Semarang kemarin itu sebagai tahap pertama
dalam meraih kembali kejayaan kita. Kejayaan di mana sastra lebih dihormati
ketimbang astronomi, kejayaan di mana cinta itu -katamu- tak mengenal untung
dan rugi, kejayaan di mana Rahwana sebenarnya mempunyai cinta yang sangat tulus
kepada Dewi Sinta.
Kanda, kau pasti pernah mendengar tentang kebengisan
Rahwana, si raksasa dari Alengka itu, yang dalam mitologi Hindu dikatakan
sebagai makhluk yang dikutuk menjadi –terlihat- jahat karena orang tuanya bercinta
di waktu yang tidak tepat. Tapi, sebengis-bengisnya dia saat merampas Alengka,
rakyat paling miskin pun diberinya kendaraan dari emas. Tidak ada yang
kelaparan seperti di Negara yang sedang kau tempati itu, yang rakyatnya mudah
dihasut, diadu-domba dan dibodohi oleh media-media penjajah yang sedang
melakukan konspirasi besar. Juga dibodohi media online yang berkedok Agama,
namun menebarkan benih-benih kebencian, seperti voa Islam.
Kanda, kita harus belajar banyak tentang cinta dari
Rahwana. Menurutku, Rahwana adalah symbol cinta yang paling suci. Dia bengis
untuk memperjuangkan cintanya kepada Dewi Sinta. Walaupun kita tahu, Rahwana
berjuang untuk mendapatkan cinta dari seseorang yang bahkan tak pernah mau
menatap matanya, tak pernah mau digenggam jemarinya. Tapi tetap saja, dia tak
mau dibilang ‘berjuang’. Cinta yang membuatnya tak pernah merasa berjuang.
Awalnya, aku pikir, itu adalah kebodohan Rahwana. Tapi, ternyata aku harus
belajar banyak darinya, dari hati yang tak pernah beralih meskipun cinta tak
mampu diraih. Kau harus tau Kanda, bahwa banyak orang bilang Rahwana tak mampu
dibunuh, meski tubuhnya dihancurkan sekalipun. Tersebab ilmu rawarontek lah,
pancasona lah, atau apa pun itu, hal itu salah kaprah, Kanda. Yang tak mampu dibunuh
itu cintanya, bukan nyawanya. Raganya bisa mati, tapi cintanya tetap hidup
abadi untuk Dewi Sinta.
***
Wahai Kanda Prabu, aku mendengar selentingan gossip
dari ibu-ibu PKK di kerajaan Astina, bahwa Kakanda Prabu mau berhijrah ke
kasultanan Yogyakarta. Apakah benar, Kanda? Kalaupun benar, itu membuat sakit
hati para janda cantik yang sedang menunggumu pulang ke Astina. Mereka rela
menjanda selama 12 semester, berharap nantinya dinikahi oleh Kanda. Siapa yang
tidak terpesona dengan kesaktian jurus kamasutra yang kanda punyai. Kedahsyatan
ajian ‘berontak ing dalem sempak’ yang sangat kau kuasai, membuat hati para
janda itu bergetar saat mendengar nama kanda disebut.
Kalaupun Kanda tidak bisa pulang ke Astina, dan memutuskan
menetap di Krapyak, Ngayogyakarta, sebenarnya tidak apa-apa. Aku percaya bahwa
Kanda memang sangat dibutuhkan di Krapyak. Ramalan jayabaya mengatakan; bahwa
kanda akan menemukan cinta di sana. Segera temukan dia, Kanda. Menikahlah.
Perbanyak klan kita, yaitu Kurawa. Kau tau sendiri, Kanda, bahwa pandhawa lima
yang sering kita olok-olok sebagai ‘boyband’ di Astina, telah membunuh ratusan
Kurawa. Hanya beberapa orang yang tersisa. Kredibilitas dan kapabilitas kanda
akan dipertanyakan jika tak mampu memperbanyak klan kita. Sekian surat dariku,
Kanda.. Semoga Kanda selalu diberikan kesehatan oleh Sang Hyang, Allah yang
maha agung.
Dari adikmu yang jauh lebih ganteng darimu, yang
selalu merebut kekasihmu…
Astinapura, 15 August 2014,
Pukul 27.05 WAB (Waktu Astinapura Barat)